Jangankan Donor Darah, Cek Darah Saja Tidak Ada di Hari Sumpah Pemuda  


HUJAN, memang lagi musim namun siang tadi langit terlihat cerah saat keluar guna mau cetak foto ditempat biasa tak jauh dari lapangan Persada. Sebuah pesan masuk melalui BlackBerry Messenger, aku pun membuka pesan tetapi dilayar terlihat jam pasir memutar jarumnya hamper tiga menit.

Padahal semalam aku membuat status di BBM bahwa “aku takut bahwa aku akan selalu menjadi angka yang kesepian seperti akar 3. Hanyalah sebuah 3 yang baik dan benar, kenapa tiga ku dijauhkan dari pandangan, dibawah sebuah lambing akar kuadrat? Aku berharap sebenarnya aku adalah Sembilan. Karena 9 dapat merintangi muslihat setan, dengan hanya aritmatika yang cepat.” Dialog tersebut aku kutip dari film Harold & Kumar, tentang kisah mereka yang banyak menuai masalah saat mengejar cinta.

Pesan di BBM tersebut rupanya dari adik Adi Bob, dia bertanya, “Peu kana ureng donor darah O, nyoe hana, nyoe pat na ureng donor, ureng nyang diteumpat abang cetak foto beukram. Jih lake donor ciet juga. abang jak jemput jih karna hana kendaraan, kaleuh lon lake izin bak toke jieh (Apa sudah ada orang donor darah O, kalau belum,  ini ada pendonor, orang yang ditempat abang cetak foto semalam. Dia minta donor juga. Abang jemput dia karena tidak ada sepeda motor, sudah ku minta izin sama toke dia).”

Aku dan adik ku memang sama sama kami di Blood For Life Foundation (BFLF) Aceh Barat Daya, banyak orang nggak percaya kalau kami adik kandung karena kompak, apalagi sekarang dia juga seorang fotografer walau masih  baru dalam dunia tersebut tetapi yang penting dia akan mau untuk terus belajar dan belajar. Asal ada pasien yang menghubungi kami meminta mencari pendonor darah maka kami langsung membuat status di FB, twitter dan menyebarkan informasi tersebut melalui BBM. Sehingga kawan kawan juga ikut menyebarkannya.

Siang tadi ada keluarga pasien yang menguhubungi bahwa mereka perlu pendonor golongan darah O, warga Gampong Pulau Kayu kecamatan  Susoh tersebut sudah dua kali operasi ini dan sudah melakukan transfuse sebanyak empat kantong dan ketika dihubungi kami itu untuk kantong ke lima darah yang dibutuhkan.

Mencari pendonor darah itu memang luar biasa kendalanya antara kesadaran, keikhlasan dalam membantu sesama, kebutuhan darah yang terus meningkat tetapi hal tersebut tidak seimbang dengan kesadaran orang untuk melakukan donor darah.

Sepeda motor metik melaju diantara awan yang terlihat menghitam, singgah sebentar distudio foto untuk cetak foto kampanye tentang darah sekalian jemput pendonor. Tak lama lama berada disana kami pun menuju ke Badan Layanan Umum Daerah Rumah Sakit Umum Teungku Peukan. Memasuki gampong Durian Rampak hujan pun menyapa. Ya namanya berurusan dengan pelayanan public aku pun bertanya sama pendonor, bagaimana kita singgah dulu atau langsung jalan. “Langsung jalan saja bang,” ujar pendonor, melewati Gampong Pawoh hujan menyerang dengan derasnya sehingga kami singgah berteduh disebuah warung kecil yang diapit diantara dua jalan, tak jauh dari puskesmas.

Satu jam setenggah berada disana dengan menikmati segelas kopi buatan wanita penjaga warung tersebut. Baterai BBM sudah lemah bahkan seorang sahabat yang mau ambil tele camera canonnya pun masih sempat berceria-ceria “Os, jalan saja, di Pulau Kayu hanya hujan rintik rintik.” Ujarnya. Aku pun membalas pesan tersebut pas mau dikirim dia turun dari sebuah mobil sedan sambil tersenyum. Mungkin sahabat ku itu mau memperlihatkan bahwa kalau musim hujan itu bawa pendonor darah jangan dengan sepeda motor tetapi dengan mobil. Belum lama ini menjadi “drakula” banyak orang melihat berbicara dengan Oos itu serem serem, sedikit sedikit tanya golongan darah.

Disini kamu menunggu hujan reda, disana ada pasien terbaring lemah menunggu transfuse darah, cukuplah setenggah jam menunggu akhir hujan pun kami terobos kembali. Memasuki rumah sakit dengan baju dengan pakaian basah. Dari sebuah warung yang berada didepan Unit Transfusi Darah tersebut berujar “Hujan hujan begini bawa pendonor juga ya Os.” Aku pun berusaha tersenyum semanis mungkin karena tidak mau kelewatan untuk menikmati dingin. Ya baju basah.

Mengajak masuk pendonor, yang terakhir kali dia mendonor darah sekitar dua tahun lalu. Ucapnya sambil melihat jarum pada angka mana berhenti saat dia timbang badannya. Berat badan 62 kg, tensinya 130, katanya itu normal. Setelah dilakukan pemeriksaan dan tanya jawab yang memang selalu dilakukan pada pendonor, bahwa pertanyaan ada minum obat dalam satu minggu ini. Namun pendonor ini langsung disuruh masuk ke tempat pengambilan darah sambil berbaring disebauh ranjang yang disediakan. Ntah kapan direnovasi, terkadang pendonor juga dikejutkan oleh suara AC saat menjatuhkan air membeku atau semacam es batu kelantai dan dindingnya pun terlihat retak. Biasanya saat mati listrik, begitu pengalihan dan listrik nyala kembali maka es batu itu keluar dari AC.

“Udah lama nggak kesini ya bang,” ujar salah seorang petugas di UTD tersebut. Masih sering kok, mungkin itulah kita nggak jodoh sehingga nggak ketemu. Jawabku padanya.

“kemaren kok nggak kelihatan, padahal kami ke kantor Bupati pada hari sumpah pemuda. Kan ada dimasukkan surat kesini bahwa ada donor darah, makanya kami kesana.” Ujarnya

Ramai ya yang donor darah, berapa kantong dapat dari sana?. Tanya ku padanya

“Orang iya ramai bang, jangankan yang donor darah, yang cek darah saja nggak ada. Kami pulang sambil ketawa.” Ucapnya sambil melihat kearah ku yang berusa tersebut juga.

Padahal kami berharap hari itu, karena dua hari sebelum hari sumpah pemuda ada keluarga pasien yang menghubungi kami membutuhkan golongan darah AB, 2 kantong. Pada pagi hari di acara sumpah pemuda itu juga ada yang menghubungi kami meminta pendonor goldar AB, yang kemudian Handphonnya diberikan pada salah seorang kepala Dinas, ya aku bilang dihalaman kantor Bupati ada donor darah yang digelar oleh organisasi kepemudaan. Karena semalam aku berjumpa dengan anggota PMI, katanya “bang ikut besok ya, besok ada donor darah dihalaman kantor Bupati.”

“Donor darah itu bang, butuh kesadaran,”

Ya setidaknya, saat plat merah berkumpul disana setelah upacara sumpah pemuda kan bisa mendonor untuk rakyat, untuk saudara yang untuk keluarganya. Ya kami juga merasa binggung saat ada keluarga pasien yang menghubungi kami meminta pendonor darah. Namun disaat kita bincang bincang serta dia juga merasa sehat sehingga dia juga kita minta untuk mendonorkan darahnya, dia bisa bilang. “sebenarnya saya mau mendonor, apalagi ini untuk keluarga saya. Tapi saya benar benar takut pada jarum.”

Untuk keluarga saja, dia masih berpikir bahwa dia takut pada jarum suntik, bagaimana kalau untuk orang lain sudah pasti menjauh dari tempat kita duduk tersebut. Kami pun kembali pulang dalam hujan dan saat menulis goresan ini juga masih hujan. Akhir kembali basah karena mantel tersimpan rapi di secret BFLF Aceh Barat Daya.

Blangpidie, 1 November 2014

Salam Sayang penuh Cinta Selalu dan selalu ada cinta untuk cinta.

Nasruddin OOS

SETETES DARAH DAN CINTA DAHLIA. Ep. 6.


Gelap dan warna itam telah menjadi hal biasa di malam hari, semilir mulai nakal memainkan rambut ikal, padahal pakek topi. Beberapa kampung hanya terlihat cahya senter dan api hiasan lilin, ah cahya semu. Handphone kembali berdering, menyeret dari saku celana lalu melihat, oh rupanya Dahlia yang call me.

DAHLIA : “Assalamualaikum bang Oos, sombong banget, kok nggak pernah sich kirim pesan pendek.” Ujarnya diseberang sana

OOS : Bang Oos kan nggak pesan apa apa, kenapa harus pendek dik.

DAHLIA : “Selalu kek gitu dia e. Bang, ni Dahlia mau minta tolong, ada keluarga kawan lagi sakit dan membutuhkan darah. Pa bisa bang.”

OOS : ya bisalah dek, siapapun memerlukan dan sesiapapun boleh donor darah jika memenuhi syarat yang ditentukan. Nah adek kan masih ingatkan syaratnya. Emang siapa kawan adek itu.

DAHLIA : “Insya Allah masih ingat bang, salah satunya nggak minum obatkan selama satu minggu, cukup HB dan tensi serta BB 50 kg kan kalau didaerah kita ini. Itu bang, keluarganya si Mel, perlu darah golongan B, 3 kantong.”

OOS : Si Mel yang mana tu dek, ni ya adek isi data pasien dulu. Nama, umur,jenis kelamin, alamat, sakit apa, Goldar dan berapa kantong, no HP pihak keluarga yang bisa dihubungi jika nanti ada pendonor.

DAHLIA : “Iya bang, data pasien masih ada ni Dahlia simpan. Itu bang si Mel, nama lengkapnya Melati. Sebentar bang ya, Dahlia kasih data ini dulu sama si Mel.”

OOS : Dek, si Mel itu apa udah punya cowok dia.

DAHLIA : “kenapa sich bang, tanya tanya itu, abang naksir ya. Dia udah punya pacar bang, baru saja pacarnya pulang.”

OOS : Abang tanya bukan karena naksir kok, cuma mau tanya lagi. Cowok si Mel itu golongan darahnya apa. Kalau dia belum tahu goldarnya biar kita cek dulu, yang penting dia mau donor darah. Apalagi itu untuk keluarga pacarnya, kan senang keluarga si Mel nanti jika cowoknya donor darah. Apalagi saat dibutuhkan.

DAHLIA : “Cowok si Mel itu Goldarnya B, tapi dia nggak berani donor darah, katanya dia pingin banget mendonor darah untuk keluarga si Mel namun dia takut jarum suntik. Begitu dibilang perlu goldar B tadi, dia langsung pamit pulang.”

OOS : hehehehe, emang hubungan mereka serius ya dek.

DAHLIA : “Bang Oos kok ketawa sich, ngejek kali dia ni. Hubungan si Mel dengan cowok dia serius bang, mereka kan sudah berjanji cinta sampai mati.”

OOS : Hahahaha, bilang cinta sampai mati, kok donor darah kagak berani dek. Cinta bukan sekedar kata kata, tapi perlu pembuktian. Cinta bukan hanya dipamerin tapi perlu keseriusan, cinta bukan sekedar jalan jalan tapi perlu pengorbanan.

DAHLIA : “Bang Oos kok udah ngomongin cinta cintaan sich. Intinya bang bahwa cowok dia nggak berani donor darah dan dia udah pulang serta nomor handphonenya tak bisa dihubungi, padahal si Mel mau pesan nasi goreng. Ini datanya udah siap bang, dikirim lewat sms saja ya. Makasih banyak bang Oos ya.”

OOS : jadi perlu cowok cuma untuk beli nasi goreng ya dek, hehehe wah lain kalilah kaum kami ya. Oke dek, thanks ya atas informasi keperluan darah, abang buat bahan untuk BC dulu ya, semoga nanti ada pendonor yang datang dengan suka rela. Insya Allah, semoga Allah mempermudahkannya. Selamat malam, selamat istirahat.

Thanks dan Salam sayang penuh cinta selalu
Nasruddin OOS
Padang Sikabu, 22 Oktober 2014

SETETES DARAH DAN CINTA DAHLIA. (Ep.2)


Setelah hari kemarin, Dahlia kembali menghubungi OOS. Rupanya kemaren itu Dahlia tidak jadi ke Unit Transfusi Darah (UTD) RSUD Teungku Peukan, begini cuplikan dialognya ;

DAHLIA ; “Bang OOS, Mentari pagi terlihat cerah, tidak seperti kemarin mendung tapi hati Dahlia tetap galau”

OOS ; Cahya mentari memang tak mampu menembus cahyanya kerelung hati mu dek, bukankah cahya keimanan itu akan selalu mampu menembus pori-pori dan kisi-kisi hati mu, apa gerangan lagi.

DAHLIA ; “Dahlia terus didesak untuk menerima lamaran mantan Dahlia bang, orang tua kampung juga sudah bicara. Tapi hati Dahlia masih cinta pada pacar sekarang ini. Memang kami belum lama pacaran tapi kami kan sudah saling mengerti”

OOS ; Hahahahaha, belum lama pacaran tapi sudah saling mengerti, kek mana ceritanya tu dek bisa saling mengerti, orang yang sudah berpacaran dan berumah tangga puluhan tahun saja belum habis saling mengerti. Hubungan singkat kok udah saling ngerti ya. Instan banget sich.

DAHLIA ; “Kok diketawain bang, bang Oos jahat banget. Bukannya kasih solusi malah ketawain”

OOS ; cara mu itu dek membuat abang ketawa. Tapi ketawa inikan belum terbahak bahak. Eh gimana, kemaren jadi nggak pacar dan mantan pacar mu itu diajak donor darah?.

DAHLIA ; “Nggak jadi bang, kata mereka berdua bahwa mereka sering bergadang, tensinya pasti nggak cukup.”

OOS ; tahu dari mana tensinya nggak cukup dek.

DAHLIA ; “kata mereka berdua bang”

OOS ; Kompak banget ya mereka. Emang udah periksa secara medis.

DAHLIA ; “Periksa belum sich, kan masih kata mereka bang”

OOS ; terus adek percaya, biarkan saja medis yang mengatakan bisa atau tidak donor darahnya. Bukan kita yang bilang nggak bisa.

DAHLIA ; “Emang syarat donor darah apa saja sich bg,”

OOS ; Syarat donor darah ;

– Berbadan sehat

– Usia 17-65 Thn

– Berat Badan 50 Kg (kantong 350 cc)

– Tidak sedang menderita penyakit atau tidak sedang mengkonsumsi obat (pil)

– Jarak waktu Donor 3 bulan

DAHLIA ; “Thanks atas infonya”