CATATAN SEBELUM SEKOLAH DIMULAI


CATATAN SEBELUM SEKOLAH DIMULAI
(untukFandy Ahmad Sekjend Nasional PPMI & Jumaely Achmad mantan Sekjend PPMI DK Mataram)

Dari mana aku harus mulai mengatakannya, apakah dari sebuah bandara dimana pesawat Lion air mendarat jam 23:12 WIB dikota Kendari, atau dari dua orang anak manusia yang belum pernah ku kenal menjemput kami dengan sepeda motornya lalu membawa kami pulang kerumah temannya, memberi tempat tidur dan besoknya kami (Nasruddin&Alja Yusnadi) diantar ke Pelabuhan dari kota Kendari menuju Bau-Bau. Atau dari seorang laki-laki yang minta pinjam korek api karena mau membakar rokoknya, yang ternyata laki-laki itu pernah ngomong di HP, lelaki itu bernama Fandi Ahmad.
Aku mendapatkan no HP Fandi Ahmad dari salah seorang Panitia Kongres PPMI di Mataram, dalam rangka mengucapkan Selamat atas terpilih menjadi Sekjend Nasional, Kongres PPMI di Mataram hampir bersamaan dengan Pekan Seni Mahasiswa Indonesia Tingkat Nasional yang ke IX (PEKSIMINAS IX) di Jambi, mungkin itu kendala utama pada kongres tidak bisa hadir. Satu bulan sebelum kongres aku tau nama Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia (PPMI), yang pada awalnya aku dan teman-teman di Universitas Muhammadiyah Aceh (Unmuha) mendirikan Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) dan mengeluarkan Tabloid Lensa, LPM Unmuha (Lensa) Lahir pada tanggal 22 Maret 2008, yang sebelumnya pada tahun 2006 juga pernah kami rintis tetapi gagal muncul kepermukaan karna satu dan lain hal.
LPM Unmuha (Lensa) bukan satu-satunya Lembaga Pers Mahasiswa yang ada di Aceh, tetapi salah satu yang baru lahir kalau istilah manusia masih bayi, dikampus IAIN Ar Raniry itu ada Sumber Post, di Unsyiah itu ada DeTAK, dua lembaga pers mahasiswa ini sudah lama di Aceh, dan sebelumnya juga pernah ada.
Kongres PPMI di Mataram, Lensa baru Edisi II dan Mukernas di Bau-Bau Lensa masuk ke Edisi IV, sekarang Lensa Edisi VIII. Dalam waktu satu tahun LPM Unmuha telah menerbitkan 7 Edisi dan 12 Kali Diskusi rutin dalam menjaring issue serta 1 kali seminar tentang Peran Pers Mahasiswa dalam menyikapi issue-issue pelayanan public sebagai hak dasar.
Seiring berdiri Lensa juga berdiri beberapa LPM di kampus yang ada di Aceh seperti LPM Suara AlMuslim (Universitas Al Muslim) di Kabupaten Beuren, Sinar Post (Universitas Srambi Mekkah) di Banda Aceh, LPM Newq-ta (Universitas Teuku Umar) di Kabupaten Aceh Barat. Pada bulan Maret aku telah diundang oleh kawan2 yang ada di Universitas Gajah Putih, Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Gajah Putih, Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Muhammadiyah di Takengon tentang pembentukan LPM dan PPMI di Takengon. Kawan2 disana juga meminta surat rekomendasi. Pada bulan April 2009, aku diskusi dengan pengurus BEM Perguruan Tinggi Islam di Lhok Sukon Aceh Utara tentang keinginan mereka membentuk LPM dan bergabung dengan PPMI, kawan-kawan disana juga mempertanyakan kontribusi apa yang bisa diberikan oleh PPMI.
Berbicara bukan supermen dan juga bisa nanggis seperti yang dilantunkan oleh anak pendiri Republik Cinta itu mungkin sangat menarik untuk dicerdasi kembali. Birokrasi atau membirokrasikan atau memang perlu reformasi.
Dalam Mukernas satu pesan singkat masih ke HP yang bahwa disuruh mempersiapkan amunisi yang akan dibahasa dalam Musyawarah kerja Nasional, menyaring isu daerah untuk dijadikan agenda Nasional, rekomendasi mukernas apa sich yang telah dilakukan, karena kami baru hadir di PPMI di saat mukernas di Bau-Bau sehingga harus dipermainkan. Jangan terlalu manis di bibir, PPMI itu untuk se-Indonesia saja atau hanya beberapa pulau, kalau memang mudah kenapa dipersulit?. Apakah itu juga bagian dari perjuangan.
Setiap dan tiap-tiap dari kita memiliki masalah, mendapatkan sesuatu tetapi kehilangan sesuatu, ingin berdiri pasti ada yang terinjak. Mungkin itu hukum alam. Pembentukan PPMI Dewan Kota Aceh bukan hasil dari mengemis, tekad kami membangun pergerakan lewat pers mahasiswa tidak mesti dengan PPMI, pers mahasiswa adalah penting buat kami dan buat kita semua untuk Aceh Baru dan Indonesia Baru.
Pers Mahasiswa Aceh atau apa namanya nanti ketika Muskot adalah sebagai media pergerakan, dan juga akan memiliki konsep dan arah yang jelas.
Terima kasih atas dukungan, saran, solusi, curhat atau apa namanya dari kawan-kawan pers mahasiswa diseluruh Indonesia. Terima kasih kepada Jumaely Achmad yang telah telpon menanggapi sms tentang pembentukan DK Aceh, Fajar telah ajak chat, Zaki juga telah telpon tapi tiba-tiba HP ku mati krn baterai habis, minta maaf kepada Sirtupil Laili karna waktu diminta tuk aktifkan XL tapi lagi diluar mungkin dilain waktu kita bisa pasang XL. Ya mungkin aku hanya bilang bahwa kita akan bertemu seperti orang lain bertemu dilain waktu. Masih banyak yang belum kita lakukan, masih jauh perjalanan yang harus kita tempuh, oleh sebab karena itu kita perlu saling kerjasama dan sama-sama kita bekerja.

Salam Pers Mahasiswa!
Salam Perjuangan!
NASRUDDIN/INAS OOS

Terlalu Birokratis?


Terlalu Birokratis?

oleh Fandy Ahmad (catatan) 16 Juli 2009 jam 3:39

Berawal dari Mukernas Bau-bau, kawan-kawan Persma di Aceh mengutarkan keinginan untuk membuat wadah jaringan dan gerakan persma di Aceh kemudian otomatis di Nasional. Pasca Mukernas Bau-bau kemudian terjadilah komunikasi antara saya dan saudara Nasruddin serta Ajla Yusnadi (mereka berdua datang ke bau-bau atas undangan Pengurus Nasional PPMI, sebelumnya sempat kontak-kontakan entah dari mana kontak saya diperoleh). Pertanyaan yang sering diutarakan kawan-kawan aceh adalah; kapan kami bisa Muskot?
DEN dan BP Nas telah dimintai pertimbangan permasalahan itu sekitar Februari lalu. Kesimpulan yang diambil kemudian buat Carekater dan tunjuk PJS-nya. Hari itu juga, 3 Februari 2009 dibuatkan SK Caretaker dan Surat Tugas PJS (ditunjuk saudara Nasruddin) atas permintaan kawan Nasruddin. Saya sempat kaget karena alasan saudara Nasruddin legitimasi kemudian menjadi penting, agar kawan-kawan Pers Mahasiswa di Aceh percaya bahwa saudara Nasruddin memang ditunjuk oleh nasional sebagai PJS Caretaker Aceh. Harus dimaklumi kondisi yang demikian, walaupun saya katakan keinginan pembentukan PPMI DK Aceh adalah keinginan Persma di Aceh.
4 Februari dikirimlah surat itu, benar gambar kabur (kapasitas kecil), lalu mengajak nasruddin chating nasinal untuk mengirim lewat YM, ditolak oleh aplikasi (kapasitas terlalu besar), lewat e-mail (dikirim 7 kali) pun demikian. Kemudian dikirim dulu berkas hasil-hasi Kongres Mataram dan Mukernas Bau-bau, agar kawan-kawan Persma di Aceh mempelajarinya. Nasruddin menelpon agar SK dan surat tugas yang dimintanya dikirim via pos/tiki. Pendanaan tak ada, sempat berkeliling LPM di Jember, tak ada sepeserpun (tau sendiri bagaimana kondisi LPM), minta sama alumni belum ada yang bisa membantu, ngutang sama teman utang saya terlalu banyak untuk konsolidasi kota-kota, dan uang kiriman orang tua tak kunjung datang (maaf kalau terlalu melankolis).
Oh, iya dalam kondisi seperti ini beberapa kota memberikan pertimbangan agar ditunda dulu Muskot Aceh. Alasannya PPMI belum mengetahui kondisi Aceh secara keseluruhan (materi (karya, dll) non meteri (dinamika, cultur dll)). Kemudian Sekjend Nasional meminta Persma di Aceh untuk membangun dahulu basisnya sambil menunggu SK dan surat tugas yang diminta (Sekjend Nasional sempat memplaningkan kunjungan ke Aceh bulan April lalu, dan memberikan langsung SK dan surat tugas yang diminta, sekaligus pembacaan dan penguatan konsolidasi Caretaker Aceh) namun dibatalkan dan tidak dimasukkan dalam planning kunjungan Sekjend. Salut untuk saudara Nasruddin yang gencar memberikan informasi perkembangan Persma di Aceh, bahkan tak tanggung-tanggung memberikan laporan detailnya. Sayang tubuh Sekjend Nasional hanya satu, Sekjend Nasional bukan dewa atau Superman yang sempurna (walaupun sudah cuti I Semester). Selasa kemarin terbesit dipikiran saya Aceh, Aceh, dan Aceh…(kota lain tetap ada kok!) Kebetulan saat itu juga Nasruddin menelfon saya perihal pembentukan PPMI DK Aceh. Kebetulan sekali! Saya katakan keinginan Muskot adalah keinginan Persma Aceh yang berniat mewadahkan diri dalam PPMI DK Aceh.
Sempat saya katakan jangan terjebak dengan legitimasi! GBHO/GBHK menjelaskan pola semi otonom disitu (kalau sudah jadi kota). Obrolan pun berlanjut, saya katakan Persma Aceh silahkan Muskot!!! Dengan pertimbangan kegigihan dan semangat kawan-kawan Aceh yang luar biasa (secara de facto: rajin mengikuti chating nasional dibandingkan kota-kota yang KACANG (KEAKEAN CANGKEM), aktif berkomunikasi dengan nasional, bahkan saya sempat malu; bukan saya yang menghubungi mereka, tapi sebaliknya (dibandingkan beberapa kota yang suka meminta ke nasional), dan seabrek peran aktif lainnya.
Kesimpulannya Aceh sangat OPTIMAL (kalau kita berbicara optimalisasi kota). Sudah diutarakan di Dies Natalis tentang sulitnya mengoper proker nasional, bahkan kota menggarap proker kota sendiri sulitnya minta ampun! Satu tahun kepengurusan habis tenaga untuk optimalisasi kota, proker kota maupun nasional terbengkalai untuk hal-hal semacam itu aya yakin Aceh tidak demikian! Fakta membuktikan kok! Maafkan ketika hal yang sangat teknis menjadi penghambat (kelewatan betul)! Harapan saya dengan hadirnya persma.com dan merahputih-online.com bahkan facebook, segalanya serba dimudahkan! Yang ada dipikiran saya saat ini adalah; “bagaimana caranya mengkonsolidasikan kota-kota tanpa harus turun langsung ke kotanya (habis waktu, tenaga, materi, sudah beberapa kali turun ke kota-kota)” Terima kasih apresiasi online sangat bagus dari kawan-kawan. Dan semoga tidak ada lagi kesalahpahaman diantara kita, tentunya kita sudah dewasa! Mengklaim negatif segala sesuatu tanpa mengkroscek dari berbagai sisi permasalan itu adalah salah! Jika tidak demikian, anda adalah OKNUM, dan SILAHKAN KEMBALI KE OSIS!

Salam Pers Mahasiswa!

Fandy Ahmad

NB: Sebarkan ke yang lain!!!!

Surat terbuka perihal PPMI Aceh dan Kepri !


Surat terbuka perihal PPMI Aceh dan Kepri !
15 Juli 2009 jam 19:01

Salam Pers Mahasiswa!

Saya baru saja menerima keluh kesah dari saudara Nasruddin pers mahasiswa di Aceh. Nasruddin cerita soal keinginanya membentuk PPMI di Aceh sejak lama. Ia bahkan sudah siap melaksanakan Musyawarah Kota dalam waktu dekat. Ia meyakinkan saya, ada 9 LPM di Aceh yang sudah siap bergabung dengan PPMI. Namun keinginan itu hingga hari ini belum bisa dilaksanakan karena pengurus nasional belum jua mengirimkan surat rekomendasi pembentukan PPMI di kota itu.

Menurut Nasruddin, ia dkk di Aceh sudah mengirimkan surat permohonan rekomendasi itu ke saudara fandi (sekjend) di Jember dan pernah di kirimkan dalam format JPG melalui email . Namun karena file dalam bentuk JPG itu kabur dan tak terbaca, ia minta dikirimkan lagi dalam bentuk asli dan berstempel melalui pos/tiki. Tapi sialnya hingga hari ini surat itu belum juga di kirim PPMI nasional dan kawan-kawan aceh belum bisa melaksanakan muskotnya.

Mendengar kabar ini,saya terus terang sangat geram, marah, dan jengkel dengan PPMI nasional. Kok sebegitu birokratisnya PPMI ini sehingga surat rekomendasi saja harus ditunda-tunda pengirimannya bahkan kabarnya sampai tiga bulanan lebih? Padahal, setahu saya, PPMI selama ini amat membutuhkan jaringan yang lebih banyak lagi? Saking butuhnya terhadap jaringan, semestinya tidak dimintapun, PPMI yang harus jemput bola dengan meminta bantuan LPM-LPM se-Indonesia (yang belum masuk PPMI) untuk mengadakan PPMI di prpopinsi dan kabupaten/kota mereka masing-masing? Lha ini kok sudah diminta tidak di follow up? Aneh!

Kasus Aceh ini nyaris sama dengan kasus yang dialami kawan-kawan persma di Kepulauan Riau (kepri). Kawan-kawan Kepri dengan semangatnya pengen mendirikan ppmi kota Kepri tapi ditolak mentah-mentah juga dengan alasan yang saya justru prihatin. Saudara Arman (Mantan Sekjend) bilang waktu Kongres di Mataram, karena kawan persma di Kepri itu bergerak diluar kampus sementara yang dimaksud LPM dalam AD/ART PPMI adalah organ LPM yang eksis di dalam kampus? Alasan yang konyo! Dan kental aroma birokratisnya!

Dalam kondisi PPMI yang sekarang, saya berpendapat, tak seharusnya kawan2 PPMI nasional terlalu birokratis seperti ini. Sudah saatnya kita buka diri dan berfikir bagaimana PPMI ini bisa menjadi kekuatan nasional. Yang kita butuhkan sekarang punya banyak teman untuk melakukan perjuangan bersama-sama. Jangan hanya karena persoalan sepele kemudian semangat kawan-kawan yang ingin begabung di PPMI dikandaskan dengan alasan gak jelas. Jika ini terus-terus terjadi, saya khawatir PPMI takan pernah besar, takan pernah menjadi kekuatan nasional, takan berguna untuk LPM-LPM se-Indonesia dan tentu saja yang akan diadakan setiap pertemuan nasional hanya curhat dan jalan-jalan.

Tengkiyu

Regard

Jhellie Maestro
Mantan Sekjend Kota Mataram